Menghabiskan Akhir Pekan Bersama Keluarga di Bumi Sriwijaya

Menghabiskan Akhir Pekan Bersama Keluarga 

Deburan ombak kecil di sungai Musi seolah berbisik memanggil. Aroma pempek dan kuliner tradisional yang dijajakan pedagang yang siap menggoda setiap pengunjung, seketika menggugah selera makan yang tak tertahankan. Gelak tawa riang para pengunjung disuguhi pemandangan di waktu sore dari tepian sungai Musi, perahu tradisional nelayan (perahu ketek) berseliweran, sesekali kapal tongkang batubara melintas, serta rumah makan terapung diatas perahu yang menambah sensasi suasana menghiasi pemandangan kota di waktu sore, tak jauh dari depan pelataran Benteng Kuto Besak (BKB). 

Sementara senja mewarnai Jembatan bersejarah itu dengan gradasi warna rona jingga yang memukau mata memandang. Inilah Palembang, kota metropolitan yang bukan saja menyimpan sejuta pesona namun sejarah tempoe dulu dijuliki sebagai kota bahari (kota Maritim).

Baru-baru ini, kami bersama istri dengan anak-anak berwisata ke kota Palembang, Sumatera Selatan. Dulu saya dan istri pernah kesana namun dalam rangka tugas kedinasan dan urusan keluarga. Tak disangka kini beberapa tahun t'lah berlalu, dan anak-anak telah beranjak dewasa, baru kali ini berkesempatan bersama bepergian ke kota Palembang sebagai sebuah keluarga utuh. 

Sejatinya bukan sekedar liburan semata namun lebih dari itu memenuhi undangan adik kami, syukuran atas keberhasilan anaknya menyelesaikan studi S1 di Universitas Sriwijaya (Unsri). Undangan terbatas, hanya beberapa keluarga saja dan tidak mengundang handai tolan, sanak saudara lainnya serta jiran, dan tetangga dengan pertimbangannya tidak ingin merepotkan. Pertemuan ini tidak hanya sebagai ajang silaturahmi antar keluarga tetapi mendoakan cucu/ponakan/adik kami atas pencapaiannya agar diberikan kemudahan dan kelancaran oleh Allah SWT dalam menggapai asa dan cita-citanya. Momennya pas banget, bertepatan dengan hari libur nasional yang jatuh di akhir pekan, kesempatan yang jarang-jarang, ibarat kata pepatah, “Sekali mendayung dua pulau terlampaui.”

Kali ini keluarga besar, dari Bandar Lampung, Liwa, dan  Belitang OKU Timur. Rencananya ada empat mobil yang turut serta dalam perjalanan ini. Satu mobil membawa beberapa keluarga dari Bandar Lampung terdiri dari  paman, bibi, dan sepupu-sepupu dan masing-masing membawa keluarga, kemudian dua mobil dari Lampung Barat (Liwa) yaitu saya, istri dan anak-anak dan kemudian adik saya dengan anak dan istrinya. Rencana awal berangkat secara konvoi via Tol Trans Sumatera, namun rencana itu gagal akibat masih ada tugas yang harus diselesaikan di Bandar Lampung. Akhirnya berangkatlah masing-masing tanpa iring-iringan convoi. Sedangkan kami menyusul paling belakangan. Sementara secara terpisah, keluarga dari Belitang telah lebih dahulu ke Palembang kemarin harinya, karena jarak perjalanan mereka lebih singkat dibandingkan dengan yang berada dari Liwa dan Bandar Lampung.

Jujur saja, semenjak dibangunnya Jalan Tol Lampung–Palembang, kami belum pernah lagi mengunjungi kota itu kembali. Perjalanan dari Bandar Lampung menuju Palembang diawali dari pintu Gerbang Tol Natar, menempuh jarak sekitar 360 kilometer ke arah utara. Ini juga pertama kalinya saya mencoba Jalan Tol Trans-Sumatera yang baru saja rampung dibangun beberapa tahun belakangan.

Saya pernah mendengar berbagai cerita pengalaman dari teman-teman yang pernah mencoba, konon katanya jalan tol dapat memangkas waktu tempuh hingga separuhnya. Sehingga tergelitik untuk membuktikannya. Sebelum berangkat, banyak hal yang harus dipersiapkan mulai dari dokumen kendaraan yang diperlukan (SIM dan STNK), mengisi saldo kartu tol dengan saldo yang cukup untuk perjalanan pulang pergi, membeli makanan ringan, mengisi penuh tangki bahan bakar untuk berjaga-jaga, dan memeriksa mobil di bengkel langganan terpercaya untuk memastikan kelayakan mobil untuk sebuah perjalanan jauh.

Dari mulai berangkat hingga di daerah Tulang Bawang cuaca cukup cerah mengiringi perjalanan, siang itu matahari bersinar begitu terik sekali, langit tampak biru membuat udara terasa hangat. Di sepanjang perjalananan disuguhi landscape pemandangan dengan bentangan alamnya yang terdiri dari hamparan rawa-rawa, sungai-sungai, terkadang melintasi area perkebunan seperti perkebunan nanas, tebu, karet, dan kelapa sawit dan arae pertanian lain yang membentang luas menambah variasi pemandangan.

Saat itu, jalan tol terasa relatif lengang, hanya beberapa truk Fuso, pick-up, bus, dan kendaraan pribadi yang saling berbagi lajur. Sebaliknya, ruas jalan tol yang menuju ke arah Lampung tampak jauh lebih ramai. Nampaknya warga Palembang dan sekitarnya lebih memilih menghabiskan akhir pekan mereka di pantai-pantai yang ada di Lampung. Terbukti banyak kendaraan berplat BG (plat kendaraan Nopol Sumatera Selatan) seringkali dijumpai pada saat parkir di rest area maupun pada saat berpapasan di lajur sebelah walau samar-samar terlihat karena seperator yang tepat berada di median jalan cukup menghalangi pandangan pengendara dari lajur sebelahnya. Hal ini wajar saja, karena Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan pada umumnya tidak memiliki destinasi wisata pantai yang sama seperti yang ada di Provinsi Lampung.

Kondisi jalan Tol Trans Sumatera yang kami lalui cukup baik, namun pengendara harus tetap waspada dan berhati-hati bila melintas. Ada beberapa ruas jalan sebagian di wilayah Lampung dan sebagian lagi berada di Sumatera Selatan, masih dalam tahap pemeliharaan dan perbaikan. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh medan jalan yang tidak rata, di mana beberapa area sebelumnya merupakan rawa-rawa yang diuruk untuk mendukung pembangunan jalan tol. Akibatnya struktur tanah di area tersebut lama-kelamaan mengalami penurunan permukaan sehingga aspal menjadi tidak rata bahkan sedikit berlubang. Jika pengendara tidak berhati-hati bisa terjebak, kondisi demikian berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan.

AC Rusak

Baru saja menikmati setengah perjalanan, udara di dalam kabin mobil tiba-tiba mendadak terasa panas. Saya segera meraih blower dan panel kontrol suhu, menambah kecepatan kipas satu bar. Namun udara, bukannya menjadi dingin, malah menjadi lebih hangat. Saya menduga dalam hati bahwa itu mungkin karena freon rendah atau filter AC kotor, memang diakui sudah lebih dari dua tahun sejak terakhir kali diservice.

Ternyata, AC mobil rusak saat kami hendak istirahat, tepatnya di Rest Area Tulang Bawang di jalan tol Terpeka (Terbanggi Besar–Pematang Panggang) KM 215, Way Kenanga, Tulang Bawang Barat. Rencananya kami berhenti istirahat dan shalat di masjid rest area disana. Kami melaksanakan shalat jamak qashar dikerjakan secara takdim (Zuhur dan Asar digabung/diringkas dan dilaksanakan pada waktu Zuhur) di masjid rest area. Mengapa demikian, mengutip dari situs berita daring Detik.Com edisi detik hikmah-khazanah dengan judul artikel “Kenapa Musafir Diberi Keringanan Sholat?” bahwa orang yang sedang berpergian atau dalam perjalanan atau musafir diberi keringanan atau kelonggaran (rukhsah) untuk mengerjakan sholat. Tentunya harus mengikuti syarat-syarat dan ketentuan sahnya sholat jamak diantaranya yaitu dalam perjalanan jauh minimal 81 km, kemudian perjalanan tersebut bukan untuk tujuan maksiat, dalam keadaan sangat takut atau khawatir misalnya dalam keadaan perang, sakit, hujan lebat, dan bencana alam. 

Sholat jamak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu jamak taqdim dan jamak takhir. Jamak taqdim sendiri adalah mengerjakan dua sholat fardhu dalam waktu sholat fardhu yang pertama. Sementara jamak takhir yaitu mengerjakan dua sholat fardhu dalam waktu sholat fardhu yang kedua. Dan bisa juga digabungkan atau diringkas sholat jamak qashar yaitu menggabungkan dan sekaligus meringkas dua shalat fardhu dalam satu waktu. Hukum dan syaratnya sama dengan sholat jamak dan sholat qashar. Pelaksanaan sholat jamak qashar dapat dilaksanakan secara taqdim (di awal) maupun takhir (di akhir).

Sebuah hadist menyebutkan :

إِنَّ اللَّه وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ، وَ شَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الْحُبْلَى، وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ

Artinya: "Sesungguhnya Allah memberi keringanan kepada orang yang bepergian untuk tidak berpuasa dan mengqashar shalat, sedangkan perempuan hamil dan menyusui diberi keringanan untuk tidak berpuasa." (HR Abu Daud).

Setelah shalat,  menyantap bekal yang kami bawa berisi cemilan dan minuman untuk mengusir rasa kantuk. Sedangkan anak-anak belum belum merasa lapar dan hendak makan di Rest Area yang berada Di wilayah Sumatera Selatan, kemudian kami melanjutkan perjalanan kembali. Sayangnya, perjalanan tanpa AC membuat perjalanan tidak membuat nyaman terutama bagi anak-anak. Saat itu cuaca cukup terik dan panas. Untuk mengatasinya, kami menurunkan kaca jendela agar sirkulasi udara lebih baik, yang sedikit membantu mendinginkan bagian dalam.

Saya meminta anak-anak untuk mencari bengkel AC terdekat di Google. Mereka menemukan beberapa pilihan di Kayu Agung, tetapi jaraknya masih lebih dari 114 kilometer dari lokasi kami saat ini. Google Maps mengarahkan untuk keluar dari jalan tol di Kayu Agung dan menuju ke kota. Namun, karena tidak begitu mengenal daerah tersebut, kami memutuskan untuk menunggu dan menangani masalah AC begitu kami tiba di Palembang. Setelah tiba di Rest Area yang diinginkan di wilayah Sumatera-Selatan, rupanya anak-anak belum juga merasa cocok sehingga memutuskan untuk makan setibanya di Kota Palembang saja. 

Survey membuktikan, ternyata perjalanan kami menempuh waktu kurang lebih 5 jam dengan kecepatan rata-rata sekitar 70 sampai 100 KM/jam dengan jarak tempuh sekitar ± 350-an km dan beberapaka kali berhenti di rest area untuk istirahat. Akhirnya tibalah kami di exit Tol Kramasan menjelang sore, lalu singgah sejenak di OPI Mall Jakabaring Sport City di Jalan Gubernur H. A Bastari, Sungai Kedukan, Kecamatan Rambutan, untuk rehat, dan makan siang. Soalnya di perjalanan anak-anak belum merasa lapar karena kenyang dengan cemilan makanan dan minuman yang dibawa.

Saat tiba di pusat Kota Palembang, senja telah tiba. Rasa lelah di perjalanan, terbayar lunas, matahari terlihat mulai meredup dan turun di ufuk barat langit pun berubah dari siang menuju malam. Melalui kaca spion mobil, nampak raut wajah anak-anak berseri-seri sekaligus kagum saat melintas di Jembatan Ampera nan ikonik itu dan Sungai Musi yang mengalir lebar, di bawahnya beberapa perahu nelayan yang selama ini hanya bisa disaksikan dan didengar lewat monitor tv atau layar ponsel saja.


Sungai Musi bukan hanya sekadar perairan tetapi juga merupakan urat nadi kehidupan masyarakat lokal disana. Sungai ini berfungsi sebagai jalur transportasi, sumber penghidupan, dan pusat kegiatan ekonomi dan sosial. Jembatan Ampera, sebuah pengingat betapa dinamisnya ritme kota ini. Saya tidak dapat menahan diri untuk tidak merenungkan betapa banyak yang telah berubah yang dulunya memerlukan waktu tempuh hampir tujuh atau delapan jam perjalanan kini hanya memerlukan waktu tempuh empat hingga lima jam saja, berkat jalan tol, walau jauh menjadi serasa dekat.

Dengan adanya jalan Tol, ini bukan semata-mata tentang bagaimana mencapai jarak tempuh menjadi lebih cepat tanpa hambatan. Namun lebih dari itu tentang pemerataan pembangunan guna mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan serta effect dominonya mendukung industri dan pariwisata.

🏛️ Hari ke-1: Menikmati Landmark Ikonik Kota Palembang di Malam Hari

Petualangan di Palembang baru saja dimulai, singgah di Benteng Kuto Besak (BKB) moment ini mencuri perhatian anak-anak untuk mengambil dokumentasi foto dan vidio, dengan jembatan bercat merah ikonik di Palembang yang membentang anggun di atas Sungai Musi. Rasanya belum lengkap kalau ke Palembang belum kesini.



Jembatan Ampera yang ikonik, sebuah struktur baja yang membentang panjang, dan berdiri megah dan kokoh melintasi sungai yang luas menjadi penghubung dua wilayah yang terpisah (ulu dan hilir), laksana penjaga yang diam mengawasi perairan yang ramai. Perahu ketek tradisional meluncur di permukaan, layarnya yang berwarna-warni menambah percikan gemerlap pemandangan. Gema kerajaan Sriwijaya, yang dulunya merupakan kerajaan maritim yang kuat, bergaung di dalam tembok-tembok kota, membisikkan kisah-kisah tentang perdagangan, budaya, dan masa kejayaan masa lalu. Palembang sering disebut sebagai "Kota Bahari" lantaran pernah menjadi ibu kota Kerajaan Sriwijaya, sebuah kerajaan bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara. Julukan ini juga mengacu pada kondisi geografis Palembang yang terletak di tepi Sungai Musi dan dekat dengan Selat Bangka. 

Dan sungai musi, BKB dan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya dan adat budayanya merupkan jejak peninggalan sejarah yang masih bisa dilihat hingga sekarang ini. Di dekatnya, kami juga singgah menjelajahi BKB menikmati pemandangan di kala senja disana, situs bersejarah yang pernah menjadi istana kerajaan Kesultanan Palembang. Berjalan melalui tembok-tembok kunonya, banyak penjual makanan tradisional serta kuliner lain yang dijajakan pedagang UMKM, menawarkan suasana yang semarak dengan hidangan lokal seperti pempek dan tekwan, dan kuliner lokal lainnya yang lezat. Setelah puas mengeksplore dan mencicipi kuliner lokal serta berfoto-foto disana. 


Tak terasa azan Isya’ berkumandang merdu dari Masjid Agung yang tak jauh dari situ, masjid berdiri megah di tengah Kota Palembang merupakan bangunan bersejarah yang diberi nama Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I (SMB I) Jayo Wikramo merupakan saksi sejarah penyebaran agama Islam di Bumi Sriwijaya. Kami sempatkan shalat jamak qashar takhir yaitu shalat magrib dan isya’ di waktu isya’ karena pada saat Magrib kami tidak menemukan mushola disana karena belum paham dengan kondisi disana dan minimnya informasi, padahal sejatinya tak jauh dari tempat kami berada, ada fasilitas umum berupa mushola di dekat Posko keamanan BKB, baru tersadar setelah jalan pulang. 


Selesai shalat segera bergegas menuju tempat kediaman adik kami namun ditengah perjalanan melewati mall, anak-anak tergoda ingin singgah cuci mata dan mengademkan ha dan barang sejenak. Niat awalnya ingin mencari makan malam di warung tenda kaki lima namun tak disangka melewati Icon Mall di Jalan POM IX, Lorok Pakjo, Kecamatan Ilir Bar. I. Seketika itu berubah pikiran untuk singgah kesana. Setelah puas cuci mata, naik turun eskalator mall sembari mencari tempat makan yang enak namun sayang, sudah kesana kemari tak jua menemukan. Pencarian mulai bergeser kearah warung tenda yang berada di seputaran mall. Namun hasilnya nihil sehingga kami memutuskan pergi mencari di luar mall saja dan akhir pencarian kami tak sia-sia berhasil, di rumah makan yang berada di sekitar KM 7, sebuah rumah makan dengan sajiannya menu khas Palembang yang sangat cocok dengan lidah kami. Setelah puas makan malam disana, perjalanan dilanjutkan kembali. Dengan bantuan aplikasi google maps akhirnya dengan mudah menemukan alamat tujuan di perumahan Maskarebet Kelurahan Talang Kelapa. Tiba disana sudah agak larut malam namun keluarga besar sudah terlihat lama menunggu dan menantikan kedatangan kami pasalnya rombongan keluarga yang lain sudah tiba duluan disana sementara kami paling belakangan tiba karena berangkat dari Bandar Lampung sudah siang.

🏛️ Hari ke-2: Mengunjungi Destinasi Wisata

Hari kedua, setelah menghadiri acara keluarga terlebih dahulu, kemudian siang harinya barulah bersama keluarga besar jalan-jalan ke Stadion Jakabaring menyusuri tepi danau Wisata di pinggiran danau di komplek Jakabaring Sport City (JSC) Palembang. Namun sayangnya belum berapa lama tiba disana, hujan deras menyambut, sontak saja para pengunjung termasuk kami berlarian mencari tempat berteduh masing-masing di warung-warung terdekat yang ada di seputaran tepi danau yang menjual makanan dan minuman ringan. 

Jakabaring Sport City, atau yang lebih dikenal dengan JSC, bukan hanya sekadar kompleks olahraga biasa. Di kawasan seluas 360 hektar ini, pengunjung bisa menemukan beragam fasilitas dan spot menarik yang bisa dinikmati bersama keluarga, dan teman-teman. Tempat ini pernah tercatat menjadi tuan rumah berbagai ajang olahraga bergengsi berskala nasional dan internasional, seperti SEA Games 2011 dan Asian Games 2018. Maka JSC menjadi kebanggaan warga Palembang.


Memasuki kawasan Jakabaring Sport City, salah satu bangunan yang dibangun pada tahun 2002 dan diresmikan pada tahun 2004, stadion ini menjadi saksi sejarah perhelatan event nasional dan international yaitu Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-16 dan SEA Games yang diselenggarakan di Palembang.

🏛️ Hari ke-3: Saatnya Pulang Kembali Ke Lampung

Pengalaman Buruk Tersesat Saat Gunakan Aplikasi

Saat ini, ada banyak aplikasi navigasi yang dapat diandalkan untuk memandu wisatawan, dan salah satu yang paling populer adalah Google Maps. Dengan aplikasi ini, orang dapat mencari lokasi dengan yakin bahkan di tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. Dalam kasus kami, kami hanya mengandalkan Google Maps untuk menemukan alamat di kota Palembang, dan itu bekerja dengan sempurna dan kami tidak tersesat sama sekali.

Sulit dibayangkan betapa sulitnya tanpa teknologi seperti itu. Dulu, kita harus berhenti berulang kali untuk menanyakan arah, yang sering kali berisiko membingungkan atau bahkan disesatkan oleh seseorang yang memberikan informasi yang salah. Di kota besar seperti Palembang ini, hal itu bisa jadi membuat frustrasi.

Meski begitu, tidak ada teknologi yang sempurna pastilah ada saja kelemahannya. Kami mengalami momen buruk saat menggunakan aplikasi tersebut dalam perjalanan pulang dari Palembang ke Bandar Lampung. Google Maps memandu kami ke Jalan Tol Kramasan melalui Jembatan Musi II, tetapi sayang tidak semuanya berjalan semulus yang diharapkan.


Matahari baru saja mulai terbenam di balik cakrawala kota Palembang yang diselimuti udara pagi kami mengemasi barang-barang bawaan dari mulai travel bag (cover), tas ransel yang telah siap untuk dimasukan ke bagasi mobil. Subuh itu selesai shalat, bersiap untuk pulang kembali setelah menghabiskan akhir pekan di kota pempek. Kenapa berangkat subuh karena tujuan perjalanan kami bukan hanya ke Bandar Lampung saja namun setelah tiba disana masih harus melanjutkan perjalanan kembali ke Liwa Lampung Barat dimana tempat kami tinggal, yang waktu tempuhnya dari Bandar Lampung ke Liwa Lampung Barat memakan waktu kurang lebih 6 jam perjalanan.

Makanan ringan, dan aplikasi Google Maps sudah siap untuk membawa kami kembali melalui jalan tol Keramasan, melewati jembatan Musi II. Sejujurnya rute yang belum pernah kami lalui sebelumnya namun karena rasa penasaran dan keingintahuan mencoba lewat jalur yang tak biasa yaitu jembatan musi II untuk menuju gerbang Tol Kramasan. Menurut info dari tempat kami tinggal rute terdekat melalui jalan tersebut.


Dilansir dari laman Wikipedia bahasa Indonesia, bahwa Jembatan Musi II adalah sebuah jembatan yang membelah Sungai Musi di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Jembatan terletak di Kecamatan Gandus Seberang Ilir dan Kecamatan Kertapati Seberang Ulu. Jembatan ini juga dilalui oleh Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum). Jembatan Musi II dibangun pada tahun 1994, yang membentang sepanjang 520 meter. Dikarenakan kondisi jembatan Musi II yang asli sudah sangat rentan serta lalu lintas pada lokasi tersebut cukup padat, maka dibuatlah duplikat jembatan Musi II ini tepat di sebelahnya. Jembatan Musi II duplikat pun mulai beroperasi tahun 2014 dengan panjang 700 meter dan lebar 11 meter.

Awalnya, semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja. Suara aplikasi Google Maps menuntun kami dengan mudah menuju arah Gerbang Tol Kramasan. Sepanjang perjalanan lalu lintas lancar. Kemudian setelah melintasi jembatan musi II, tiba-tiba dari aplikasi meminta kami untuk putar balik arah ke arah jalan Mayjen Yusuf Singedekane Kecamatan Kertapati kemudian ambil lurus saja. Setelah 500 meter lagi belok kiri, ujar suara itu memberi instruksi. Setelah itu ambil lurus sejauh 800 meter anda akan tiba di tempat tujuan.

Saya mengerutkan kening setelah belok kiri masuk gang atau lorong perkampungan, rupanya jalan itu tampaknya lebih cocok disebut jalan tikus (jalan terobosan) menuju ke lokasi tertentu. Namun, karena lebih memercayai aplikasi daripada insting, kami mengikuti saja arahan itu. 

Memasuki gang tersebut, matahari mulai terbit, mewarnai alam dengan warna kuning keemasan. Kicauan burung bersahutan menyambut pagi yang cerah, suaranya sepertinya berasal dari burung peliharaan warga lokal disana. Tampak sebagian warga sudah mulai beraktivitas. Setelah tetap mengikuti arahan. 

Awalnya jalan masih relatif lebar dan coran namun lama kelamaan jalan yang dilalui semakin jauh semakin mengecil hanya cukup dilalui satu kendaraan saja, sebelah kiri jalan melewati pemukiman relatif padat. Sebagian di sisi kiri ada persawahan. Ada juga perumahan bertipe 36 atau lebih yang jumlahnya belasan bahkan mungkin puluhan banyaknya. Di sisi kanan melewati pemukiman rumah milik warga lokal disana, dan orang-orang duduk di beranda sambil memperhatikan kendaraan kami lewat seolah-olah meraka tahu kami bukan bagian dari tempat itu.

Saya memperlambat laju kendaraan, sempat terbetik rasa curiga apakah benar jalan yang seperti diinstruksikan oleh aplikasi, pikiran saya berkecamuk karena anak-anak dan istri sudah mulai gelisah dan bimbang. Agaknya info yang diberikan aplikasi ini tidak valid. Berusaha mencari orang disekitar untuk bertanya namun belum banyak orang yang keluar rumah. Laju kendaraan semakin melambat namun berakhir di sebuah ujung gang sempit dan tak jauh dari tempat kami berhenti ada keramaian disana. akhirnya terhentilah kendaraan kami disitu. Tidak ada jalan lain selain harus putar balik. Di kanan jalan itu sedang ada kerumunan. Ramai orang disana, mata mereka tertuju kearah kendaraan kami. Dua orang pria tua mencoba menghampiri seraya meminta kami berhenti. Kedua-duanya memakai peci dan berpakaian rapih, dari dugaan kami tuan rumah acara itu atau mungkin panitianya. Sementara anak-anak mudanya dari tadi hanya memperhatikan saja dari kejauhan, mereka sibuk dengan kerjaannya masing-masing. 

Salah seorang dari bapak-bapak itu berusaha bertanya. Terjadilah percakapan singkat dengan bahasa daerah yang bila diartikan dialognya seperti ini. “Mau ke mana, pak?” ujarnya penuh selidik. “Kami dari kota Palembang, hendak pulang ke Lampung, mau lewat  Gerbang Tol kramasan, bisa enggak lewat sini ya pak,” ujar saya ragu.

Bapak tua itu terkekeh, kalau dilihat dari raut wajah sepertinya sudah kepala 6 atau lebih. “Dari Lampung ya pak,“ tanyanya kepada saya. “Kok tahu pak,” jawab saya menimpali. “Lihat dari plat mobil bapak, memang ini jalan dulunya bakal akan dibangun ke arah jalan Tol Kramasan tapi tidak jadi diteruskan sehingga jalan ini semakin kearah dalam sana semakin mengecil tidak dapat dilalui kendaraan mobil hanya bisa dilalui oleh motor saja, harusnya Bapak tadi setelah melewati jembatan musi II ambil terus saja jangan putar balik, ikuti jalan besar itu sampai nanti ketemu jembatan fly over, baru kemudian ambil ke kiri lalu terus saja, setelah bertemu lampu merah ambil kearah kanan lurus saja, ikuti saja plang petunjuk arah sampai  nanti bertemu jembatan penghubung tol, belok ke kiri kearah gerbang masuk Tol Kramasan. 
Sekarang bapak putar balik saja keluar kembali kearah gang tempat bapak masuk tadi, dari sana ada jalan kecil di bawah jembatan musi II itu, lalu belok kanan dan lurus saja,” ujarnya menjelaskan panjang lebar. Dengan dipandu bapak tersebut mobil kami berhasil putar balik. Rasanya tanpa pertolongan warga lokal disana, sulit bagi kami untuk memutar balik kendaraan hanya untuk keluar dari gang sempit yang hanya cukup dilalui oleh 1 Kendaraan mobil saja soalnya halaman rumah disana rata-rata mepet dengan badan jalan. Namun alhamdulillah berkat perjuangan yang tak kenal menyerah, dan berkat bantuan orang baik disana, endingnya berhasil keluar dari gang tersebut.
Dengan penuh rasa syukur kami mengucapkan terimakasih kepada bapak-bapak penyelamat tadi, selama hampir empat puluh menit berkutat di jalan sempit dan berhenti akibat ada keramaian. Berbekal petunjuk yang disampaikan lelaki tadi, tanpa aplikasi kami ikuti saja arahan bapak tadi, rupanya sudah tidak jauh lagi dari jembatan musi II ke arah Gerbang Tol Keramasan di KM 367 yang merupakan bagian dari proyek Jalan Tol Kayu Agung-Palembang-Betung.

Mengapa hal itu bisa terjadi seperti yang saya alami, beberapa faktor penyebab pengguna tersesat saat menggunakan Google Maps. Dikutip dari teknologi AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan penyebabnya meliputi banyak faktor diantarnya adalah pembaruan peta yang tidak real-time, kesalahan manusia dalam pelabelan jalan, dan kurangnya kesadaran akan dimensi kendaraan. Selain itu, GPS yang tidak aktif, koneksi internet yang buruk, dan tidak memeriksa rute secara cermat juga dapat menjadi penyebab tersesat. 

Berikut ini penjelasan detailnya :

  • Pembaruan Peta yang Tidak Real-time:

Google Maps bergantung pada data yang diperbarui secara berkala, tetapi perubahan di lapangan, seperti konstruksi jalan, mungkin belum tercermin dalam peta. 

  • Kesalahan Manusia dalam Pelabelan:

Pengguna Google Maps juga dapat memberikan label pada jalan, dan kesalahan dalam pelabelan ini dapat menyebabkan pengguna tersesat. 

  • Kurangnya Kesadaran Dimensi Kendaraan:

Beberapa pengemudi mungkin tidak menyadari bahwa jalan yang ditunjukkan Google Maps tidak cocok untuk ukuran kendaraan mereka, terutama di daerah dengan jalan kecil atau rusak. 

  • GPS Tidak Aktif:

GPS sangat penting untuk menentukan lokasi pengguna, dan jika GPS tidak diaktifkan, Google Maps tidak dapat memberikan petunjuk arah yang akurat. 

  • Koneksi Internet yang Buruk:

Koneksi internet yang lambat atau tidak stabil dapat menyebabkan Google Maps tidak dapat memperbarui posisi dengan cepat, sehingga pengguna mungkin tersesat. 


  • Tidak Memeriksa Rute Secara Cermat:

Beberapa pengguna mungkin tidak memeriksa rute yang ditawarkan Google Maps secara cermat sebelum memulai perjalanan, sehingga mereka mungkin tidak menyadari jika ada kesalahan dalam rute yang diberikan. 

  • Penggunaan Google Maps yang Tidak Tepat:

Menggunakan Google Maps hanya sebagai sumber informasi utama tanpa mempertimbangkan kondisi jalan di lapangan dapat menyebabkan pengguna tersesat. 

Rasanya apa yang disampaikan oleh teknologi AI secara detail tersebut, banyak benarnya. Kesalahan bisa dari faktor manusianya (human errror) yang salah memberikan input data terkait pelabelan terhadap jalan serta bisa jadi juga terjadi  akibat faktor teknis lainya (technical error) misal koneksi internet yang buruk dan lain-lain. Karena waktu disana terlalu singkat dan agenda silaturahmi keluarga cukup padat, masih banyak destinasi wisata yang belum sempat kami eksplore seluruhnya misalnya LRT (Light Rail Transit) yang merupakan sistem angkutan cepat berbasis rel yang menghubungkan Bandara Internasioanl Sultan Mahmud Badaruddin II ke Kompleks olahraga Jakabaring Palembang yang merupakan moda transportasi massal warga, daya tarik Pulau Kemaro berupa peninggalan sejarah berupa Pagoda berlantai 9, konon ada makam putri Sriwijaya disana, Klenteng Hok Tjing Rio dan Kuil Buddha yang memiliki luas ± 79 Ha dan masih banyak peninggalan sejarah lainnya yang belum sempat dikunjungi, akhirnya hingga pulang dan tiba kembali ke Liwa Lampung Barat belum sempat memperbaiki AC mobil yang rusak akibat tiba di rumah larut malam. Namun Alhamdulillah saat cerita ini ditulis AC sudah kembali normal setelah kami service di bengkel langganan.

Rincian tarif Tol Palembang-Lampung- exit Tol Natar atau sebaliknya untuk kendaraan gologan 1, ruas Tol Kayu Agung-Palembang Rp 50.000,- Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung Rp 255.500,- Tol Terbanggi Besar-Natar Rp. 59.500,- Jadi total keseluruhannya Rp 365.000,-. Adapun golongan 1 meliputi kendaraan pribadi meliputi sedan, jip, pick-up dan bus kecil.

**Tamat**

 







































Comments

Popular posts from this blog

Kisah Perjalanan Mudik Lebaran by rega

Tips Menghilangkan Rasa Pahit pada Daun Pepaya Ala Orang Tua Zaman Dahulu (Zadul)

Mencari Ridho Allah SWT vs Mencari Ridho Manusia

JAUHILAH KEBIASAAN MENGUMPAT ATAU MENGGUNJING

Akhir Hayat Manusia Ditentukan Oleh Kebiasaannya

PERINGATAN ISRO’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW DI TPA AL-BAROKAH

Eksperimen Peretasan HP Android dengan OS Kali Linux Menggunakan Metasploit Framework

Muli Mekhanai dan Duta Kopi Lampung Barat 2015